Senin, 22 Februari 2016

AL-GHAZALI DAN KONSEP PENDIDIKANNYA



M A K A L A H                                                                                                                            
AL-GHAZALI  DAN KONSEP PENDIDIKANNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Para ahli sejarah telah menyaksikan bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim itu bersih, jernih jiwanya dan dekat dengan Allah SWT, hatinya suci dari kejahatan dan dosa, sedang jasmani mereka kosong dari pengaruh duniawi hanya memusatkan perhatiannya kepada ilmu. Mereka diberi petunjuk dan hidayah Allah untuk mengetahui apa yang dikehendaki Allah.
 Oleh karena di kalangan umat islam, masalah hubungan hidup manusia dengan Tuhannya, hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan alam sekitar, telah dianalisa oleh ahli-ahli pikir muslim, sehingga membuahkan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan seni budaya serta norma-norma yang diimbangi dengan ketrampilan megerjakannya serta mengamalkannya.seperti Al-ghazali yaitu seorang ahli pikir muslim.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana  Riwayat  hidup  Al-ghazali?
2.    Bagaimana  Konsep Pendidikan Al-ghazali?
3.    Bagaimana Ajaran Tasawuf Al-Ghazali?

C.    Tujuan Pembahasan
1.    Mengetahui   Riwayat  hidup  Al-ghazali
2.    Mengetahui   Konsep Pendidikan Al-ghazali
3. Mengetahui  Ajaran Tasawuf Al-Ghazali.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Riwayat Hidup Al-ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghozali Secara singkat dipanggil Al-ghazali atau Abu Hamid Al-ghazali. Beliau dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di khurasan, Iran.pada tahun 450 H/1058 M.tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah Al-ghazali adalah seorang pemintal kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama’ dan aktif menghadiri majlis-majlis pengajian.ketika menjelang wafatnya, ayahnya menitipkan al-ghazali dan adiknya Ahmad kepada seorang sufi. Sufi tersebut mendidik dan mengajar keduanya, sampai suatu hari harta titipan ayahnya habis dan sufi itu tidak mampu lagi member makan keduanya. Selanjutnya sufi itu menyarankan keduanya untuk belajar pada pengelola sebuah madrasah sekaligus untuk menyambung hidup mereka.
Di madrasah tersebut, Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian Al-Ghazali memasuki sekolah tinggi Nizamiyah di Naisabur dan disinilah ia berguru kepada Imam Haramain (Al-juwaini, wafat 478/1086 M) hingga menguasai ilmu manthiq, ilmu kalam ,fiqh- ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan ilmu agama lainnya. Al-Ghazali tidak saja belajar kepada Al-juwaini, tetapi juga belajar teori-teori tasawuf kepadaYusuf An-Nasaj. Ilmu-ilmu  yang didapatkannya dari Al-juwaini benar-benar dikuasai oleh Al-Ghazali, termasuk perdebatan pendapat dari para ahli ilmu tersebut. Ia pun mampu memberikan sanggahan kepada penentangnya. Karena kemahirannya dalam masalah ini Al-Juwaini menjuluki Al-Ghazalidengan sebutan “ Bahr Mu’riq” (lautan yang menghanyutkan).  
Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama’ dan intelektual dihadapan Nidzam Al-Mulk membawa kemenangan baginya, Nidzam Al-Mulk berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad pada tahun  483 H/ 1090 M.
Meskipun usianya yang baru 30 tahun .selain mengajar , ia juga aktif megadakan perdebatan dengan golongan-golongan yang berkembang pada saat itu. Setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar dan meninggalkan Baghdad, setelah itu beliau ke Syiria, palistina dan kemudian ke Mekah untuk mencari kebenaran. Dan mendalami agama. Kemudian sewaktu-waktu beliau kembali ke Baghdad untuk kembali mengajar disana, kitab pertama yang dikarangnya adalah Al-Munqidz min al-Dholal. Sekembalinya ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau ke Nisabur dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu beliau  kembali ke tempat asalnya di Thusia menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu . Hal ini terbukti setelah kembali ke Thusia beliau membangun sebuah madrasah disamping rumahnya. Beliau juga masih sempat untuk mengajar dan menuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan.  Beliau meninggal di Thus, pada tanggal 19 Desember 1111 Masehi, atau pada hari senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriyah. Saat itu usia baru 55tahun. Al-ghazali meninggalkan 3 orang anak perempuan sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia ssemnjak kecil sebelum wafatnya(Al-ghazali) dank arena anaknya inilah ia dipanggil “Abu Hamid” (Bapak si Hamid). 

B.  Konsep Pendidikan  Al-ghazali
       Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan cara memahami pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu : Tujuan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika murid.
1.      Tujuan Pendidikan
       Tujuan pendidikan menurut al-ghazali ada dua yaitu tercapainya kesempurnaan insane yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah Swt, kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.tujuan itu tampak bernuansa religious dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi. Akan tetapi, disamping bercorak agamis yang merupakan cirri spesifik pendidikan islam, tampak pula cenderung pada sisi keruhanian. Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat al-ghazali yang bercorak tasawuf. Manusia akan sampai pada tingkat ini hanya dengan menguasai sifat keutamaan melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan membuat bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah Swt.sehingga bahagia kelak di akhirat. Tujuan yang dirumuskan al-ghazali tersebut dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang dikuasainya. Karena ajaran tasawuf memandang dunia bukan hal yang utama,tidak abadi dan akan rusak, sedangkan maut dapat memutuskan kenikmatannya setiap saat.
Dunia merupakan tempat lewat sementara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal dan maut senantiasa mengintai setiap manusia.
Kurikulum pendidikan 
Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu :
1.        Ilmu yang tercela, sedikit atau banyak. Ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat. Seperti : ilmu nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain, dan meragukan Allah swt.
2.        Ilmu terpuji, sedikit atau banyak, misalnya ilmu tauhid, dan ilmu agama. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta mendekatkan diri kepada Allah swt.
3.        Ilmu yang terpuji dalam taraf tertentu, dan tidak boleh didalami, karena dapat membawa kepada goncangan iman. Seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga kelompok tersebut, Al-ghazali membagi lagi menjadi dua bagian dilihat dari kepentingannya, yaitu :
1.        Ilmu yang fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim yaitu ilmu agama.
2.        Ilmu yang merupakan farhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim, ilmu tersebut dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi. Seperti: ilmu hitung, kedokteran, teknik, ilmu pertanian,industry dll.
Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-ghazali member perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Kurikulum menurut Alghazali didasarkan pada dua kecenderungan sebagai berikut :
a.    Kecenderungan agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat Al-ghazali menempatkan ilmu-ilmu agam diatas segalanya dan memandang sebagai alat untukmmenyucikan diri dan membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
b.    Kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulisnya. Al-ghazali beberapa kali mengulangi penilaian terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi manusia.baik kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Ia menjelaskan bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu yang tak bernilai. Bagi al-ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari fungsidan kegunaannya dalam bentuk amaliyah.
3.     Metode pengajaran
       Perhatian Al-ghazali akan pendidikan agama dan moral sejalan dengan kecenderungan pendidikannya secara umum, yaitu  prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus dengan sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.tentang pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, jika dikaitkan dengan pandangannya tentang pekerjaan  mengajar. Menurutnya mengajar adalah pekerjaan yang paling mulia sekaligus yang paling agung. Pendapatnya ini, ia kuatkan dengan beberapa ayat alqur’an dan hadits Nabi yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas kenabian. Lebih lanjut Al-ghazali mengatakan bahwa wujud termulia di muka bumi ini adalah manusia, dan bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya. Guru bertugas menyempurnakan, menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
       Bahkan kaum muslimin pada zaman dahulu amat mementingkan menuntut ilmu yang langsung diterima dari mulut seorang guru. Mereka tidak suka menuntut ilmu dari buku-buku dan kitab-kitab saja, sebagaian mereka berkata “Diantara malapetaka yang besar yaitu berguru pada buku, maksudnya belajar dengan membaca buku tanpa guru”. Dalam sebuah kitab dikatakan barang siapa yang tiada berguru, maka syetanlah imamnya“. 
Dalam masalah pendidikan, Al-ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, oleh karena itu beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Anak adalah amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya, hatinya bersih, murni, laksana permata yang berharga, sederhana dan bersih dari ukiran apapun. Ia dapat menerima tiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan cenderung kearah yang kita kehendaki. Oleh karena itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik, maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik pula. Sesuai dengan hadits Rosululloh Saw: “ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (HR.Muslim)
4.    Kriteria Guru Yang Baik
Menurut Al-Ghazali, bahwa guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru  yang cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan denganakhlaknya guru dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat melaksanakan tugasnya mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat umum diatas, seorang guru juga memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut :
·         Mencintai murid seperti mencintai anaknya sendiri
·         Jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama karena mengajar adalah tugas yang diwariska Rosulluloh Saw.
·         Mengingatkan murid tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah swt.
·         Harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat.
·         Memberikan tauladan yang baik di mata muridnya sehingga murid senang mencontoh tingkah lakunya.
·         Mengajarkan pelajaran sesuai tingkat kemampuan akal anak didik.
·         Harus mengamalkan ilmunya.
·         Mengetahui jiwa anak didiknya & mendidik keimanan kedalam pribadi anak.
5.    Sifat Murid yang baik
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah.maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran tersebut  maka seorang murid yang baik memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
·         Memulyakan guru dan bersikap rendah hati.
·         Saling menyayangi sesame teman dan tolong menolong.
·         Mempelajari bermacam-macam ilmu dari tiap-tiap ilmu tersebut.
·         Berjiwa bersih, harus terhindar dari perbuatan hina dan tercela.
·         Mendahulukan mempelajari yang wajib & mempelajari ilmu secara bertahap.
·         Mengetahui nilai setiap ilmu yang dipelajarinya.
6.    Ganjaran dan Hukuman
Selanjutnya Al-Ghazali berkata : apabila anak-anak itu berkelakuan baik dan melakukan pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan sesuatu yang menggembirakannya, serta dipuji dihadapan orang banyak. Jika melakukan kesalahan satu kali, hendaknya pendidik membiarkan dan jangan dibuka rahasianya. Jika anak itu mengulangi lagi, hendaknya pendidik memarahinya dengan tersembunyi, bukan dinasehati di depan orang banyak dan janganlah  pendidik seringkali memarahi anak itu.karena hal itu dapat menghilangkan pengaruh pada diri anak, sebab sudah terbiasa telinganya mendengarkan amarah itu.
Metode pemberian hadiah dan hukuman untuk tujuan mendidik dipandang senagai metode yang aman. Terlalu banyak melarang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian pula terlalu banyak memberikan pujian tidak menjadi penyebab terjadinya perbaikan. Berbagai kesempatan al-ghazali menerangkan bahwa membesarkan anak dengan kemanjaan, bersenang-senang dan bermalas –malasan serta meremehkan pergaulan bersama orang lain termasuk perkara yang tidak baik karena membesarka anak dengan cara ini akan merusak akhlaknya.


D.   Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Didalam tasawufnya, Ai-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-quran dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al-Sunnah wa al-jamaah. Tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam . corak tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral.  Jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah.ia berpendapat bahwa sosok sufi menempuh jalan kepada Allah, perjalanan hidup mereka adalah yang terbaik, yang paling benar, dan moral mereka adalah yang paling bersih. Sebab gerak dan diam mereka baik lahir maupun bathin diambil dari cahaya kenabian.selain cahaya kenabian di dunia ini tidak ada lagi cahaya yang lebih mampu member penerangan.
Al-Ghazali sangat menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu ia menyodorkan paham baru tentang ma’rifat yakni pendekatan diri kepada Allah( taqarrub ila allah ) tanpa diikuti penyatuan dengannya. Jalan menuju ma’rifat adalah perpaduan ilmu dan amal, sedangkan buahnya adalah moralitas.
Ma’rifat menurut Al-Ghazali diawali dalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan keadaan (ahwal) oleh karena itu beliau mempunyai jasa besar dalam dunia islam karena mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan islam yakni tasawuf, fiqih, dan ilmu kalam.yang sebelumnya banyak menimbulkan terjadinya ketegangan. Al-Ghazali menjadikan tasawuf sebagi sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa , hingga sampai pada ma’rifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
a.       Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun nasution, Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan –peraturan Tuhan tentang segala yang ada.  Alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb, dan roh. Harun Nasution juga menjelaskan pendapat Al-Ghazali yang dikutip dari Al-Qusyairi bahwa qalb dapat mengikuti hakikat segala yang ada.
Jika dilimpahi cahaya Tuhan qalb dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan dengan sir,qalb dan roh yang telah suci dan kosong, pada saat itulah ketiganya menerima iluminasi (kasyf)dari Allah dengan menurunkan cahayaNya kepada sang sufi sehingga yang dilihat sang sufi hanyalah Allah.  Disini sampailah ia ke tingkat ma’rifat. Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Al-Ghazali membedakan jalan pengetahuan untuk sampai kepada Tuhan bagi orang awam, ulama’, dan orang arif (sufi). Ma’rifatyang dicapai oleh para khawas auliya’ tanpa melalui perantara atau langsung dari Allah sebagaimana ilmu kenabian yang diperoleh langsung dari Tuhan walaupun dari segi perolehan ilmu ini, berbeda antara nabi dan wali. Nabi mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat.  Sedangkan Wali mendapat ilmu melalui Ilham. Namun kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
b.      Pandangan Al-Ghazali As-Sa’adah
Menurut Al-Ghazali kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). As-sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya.nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus dan inda, nikmatnya telinga terletak ketika mendengar suara yang merdu. Demikian juga seluruh anggota tubuh mempunyai kenikmatan tersendiri.
Kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati. Sedangkan Kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan bergantung pada qalb dan tidak akan hilang walaupun sudah mati. Hal ini karena qalb tidak ikut mati, malah kenikmatannya bertambah karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.
Adapun karya-karya Al-Ghazali yaitu antara lain :                                                                                                    
1.      Di Bidang Filsafat
* Maqasid al-Falasifah
* Tafahut al-Falasifah
* Al-Ma’rif al-‘aqliyah
2.  Dibidang Agama
     *  Ihya’ Ulumuddin
     *  Al-munqiz minal dhalal
             * minhaj Al-abidin
      3.  Dibidang Akhlak Tasawuf
            *  Mizan Al-amal
            *  kitab Al-Arbain
            *  Mishkatul Anwar
            *  Al-Adab fi Dien
            *  Ar-rislah al-laduniyah
       4.  Dibidang Kenegaraan
            * Mustaz hiri
            * Sirr Al-amin
            *  Nasihat AlMuluk
            * Suluk Al-suthanah.









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1.      Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghozali Secara singkat dipanggil Al-ghazali atau Abu Hamid Al-ghazali. Beliau dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di khurasan, Iran.pada tahun 450 H/1058 M.tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah Al-ghazali adalah seorang pemintal kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama’ dan aktif menghadiri majlis-majlis pengajian.
2.      Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan cara memahami pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu : Tujuan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika murid.
3.      Didalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-quran dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al-Sunnah wa al-jamaah. Tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam . corak tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral.  Jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah.
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun nasution, Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan –peraturan Tuhan tentang segala yang ada. kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). As-sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar