M A K A L A H
AL-GHAZALI DAN KONSEP PENDIDIKANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Para ahli
sejarah telah menyaksikan bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim itu bersih, jernih
jiwanya dan dekat dengan Allah SWT, hatinya suci dari kejahatan dan dosa,
sedang jasmani mereka kosong dari pengaruh duniawi hanya memusatkan
perhatiannya kepada ilmu. Mereka diberi petunjuk dan hidayah Allah untuk
mengetahui apa yang dikehendaki Allah.
Oleh karena di kalangan umat islam, masalah
hubungan hidup manusia dengan Tuhannya, hubungan dengan masyarakat, hubungan
dengan alam sekitar, telah dianalisa oleh ahli-ahli pikir muslim, sehingga
membuahkan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan seni budaya serta norma-norma
yang diimbangi dengan ketrampilan megerjakannya serta mengamalkannya.seperti
Al-ghazali yaitu seorang ahli pikir muslim.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Riwayat
hidup Al-ghazali?
2.
Bagaimana Konsep Pendidikan Al-ghazali?
3.
Bagaimana
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui Riwayat
hidup Al-ghazali
2.
Mengetahui Konsep Pendidikan Al-ghazali
3. Mengetahui Ajaran Tasawuf
Al-Ghazali.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup
Al-ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghozali
Secara singkat dipanggil Al-ghazali atau Abu Hamid Al-ghazali. Beliau
dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di khurasan, Iran.pada tahun 450 H/1058
M.tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah
Al-ghazali adalah seorang pemintal kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama’
dan aktif menghadiri majlis-majlis pengajian.ketika menjelang wafatnya, ayahnya
menitipkan al-ghazali dan adiknya Ahmad kepada seorang sufi. Sufi tersebut
mendidik dan mengajar keduanya, sampai suatu hari harta titipan ayahnya habis
dan sufi itu tidak mampu lagi member makan keduanya. Selanjutnya sufi itu
menyarankan keduanya untuk belajar pada pengelola sebuah madrasah sekaligus
untuk menyambung hidup mereka.
Di madrasah tersebut, Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih kepada
Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian Al-Ghazali memasuki sekolah tinggi
Nizamiyah di Naisabur dan disinilah ia berguru kepada Imam Haramain (Al-juwaini,
wafat 478/1086 M) hingga menguasai ilmu manthiq, ilmu kalam ,fiqh- ushul fiqh,
filsafat, tasawuf dan ilmu agama lainnya. Al-Ghazali tidak saja belajar kepada
Al-juwaini, tetapi juga belajar teori-teori tasawuf kepadaYusuf An-Nasaj.
Ilmu-ilmu yang didapatkannya dari
Al-juwaini benar-benar dikuasai oleh Al-Ghazali, termasuk perdebatan pendapat
dari para ahli ilmu tersebut. Ia pun mampu memberikan sanggahan kepada
penentangnya. Karena kemahirannya dalam masalah ini Al-Juwaini menjuluki
Al-Ghazalidengan sebutan “ Bahr Mu’riq” (lautan yang menghanyutkan).
Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok
ulama’ dan intelektual dihadapan Nidzam Al-Mulk membawa kemenangan baginya,
Nidzam Al-Mulk berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas
yang didirikannya di Baghdad pada tahun
483 H/ 1090 M.
Meskipun
usianya yang baru 30 tahun .selain mengajar , ia juga aktif megadakan
perdebatan dengan golongan-golongan yang berkembang pada saat itu. Setelah
empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar dan meninggalkan Baghdad,
setelah itu beliau ke Syiria, palistina dan kemudian ke Mekah untuk mencari
kebenaran. Dan mendalami agama. Kemudian sewaktu-waktu beliau kembali ke
Baghdad untuk kembali mengajar disana, kitab pertama yang dikarangnya adalah
Al-Munqidz min al-Dholal. Sekembalinya ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau
ke Nisabur dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu
beliau kembali ke tempat asalnya di
Thusia menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu . Hal ini
terbukti setelah kembali ke Thusia beliau membangun sebuah madrasah disamping
rumahnya. Beliau juga masih sempat untuk mengajar dan menuangkan
gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan. Beliau meninggal di Thus, pada tanggal 19
Desember 1111 Masehi, atau pada hari senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriyah.
Saat itu usia baru 55tahun. Al-ghazali meninggalkan 3 orang anak perempuan
sedang anak laki-lakinya yang bernama Hamid telah meninggal dunia ssemnjak kecil
sebelum wafatnya(Al-ghazali) dank arena anaknya inilah ia dipanggil “Abu Hamid”
(Bapak si Hamid).
B.
Konsep
Pendidikan Al-ghazali
Untuk
mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan cara memahami
pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pendidikan, yaitu : Tujuan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika
murid.
1.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut al-ghazali ada
dua yaitu tercapainya kesempurnaan insane yang bermuara pada pendekatan diri
kepada Allah Swt, kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan
dunia dan akhirat.tujuan itu tampak bernuansa religious dan moral, tanpa
mengabaikan masalah duniawi. Akan tetapi, disamping bercorak agamis yang
merupakan cirri spesifik pendidikan islam, tampak pula cenderung pada sisi
keruhanian. Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat al-ghazali yang
bercorak tasawuf. Manusia akan sampai pada tingkat ini hanya dengan menguasai
sifat keutamaan melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan membuat bahagia
di dunia dan mendekatkan kepada Allah Swt.sehingga bahagia kelak di akhirat.
Tujuan yang dirumuskan al-ghazali tersebut dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang
dikuasainya. Karena ajaran tasawuf memandang dunia bukan hal yang utama,tidak
abadi dan akan rusak, sedangkan maut dapat memutuskan kenikmatannya setiap
saat.
Dunia merupakan
tempat lewat sementara, tidak kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang kekal
dan maut senantiasa mengintai setiap manusia.
Kurikulum
pendidikan
Al-Ghazali
membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Ilmu yang
tercela, sedikit atau banyak. Ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia
maupun di akhirat. Seperti : ilmu nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu
ini dipelajari akan membawa mudharat bagi yang memilikinya maupun orang lain,
dan meragukan Allah swt.
2.
Ilmu terpuji,
sedikit atau banyak, misalnya ilmu tauhid, dan ilmu agama. Bila ilmu ini
dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan
keburukan serta mendekatkan diri kepada Allah swt.
3.
Ilmu yang
terpuji dalam taraf tertentu, dan tidak boleh didalami, karena dapat membawa
kepada goncangan iman. Seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga
kelompok tersebut, Al-ghazali membagi lagi menjadi dua bagian dilihat dari
kepentingannya, yaitu :
1.
Ilmu yang
fardhu (wajib) untuk diketahui oleh semua orang muslim yaitu ilmu agama.
2.
Ilmu yang
merupakan farhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim, ilmu tersebut
dimanfaatkan untuk memudahkan urusan duniawi. Seperti: ilmu hitung, kedokteran,
teknik, ilmu pertanian,industry dll.
Dalam menyusun
kurikulum pelajaran, Al-ghazali member perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama
dan etika sebagaimana yang dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat
menentukan bagi kehidupan masyarakat. Kurikulum menurut Alghazali didasarkan
pada dua kecenderungan sebagai berikut :
a.
Kecenderungan
agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat Al-ghazali menempatkan ilmu-ilmu
agam diatas segalanya dan memandang sebagai alat untukmmenyucikan diri dan
membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
b.
Kecenderungan
pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulisnya. Al-ghazali beberapa
kali mengulangi penilaian terhadap ilmu berdasarkan manfaatnya bagi
manusia.baik kehidupan di dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Ia menjelaskan
bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu yang tak bernilai.
Bagi al-ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari fungsidan kegunaannya dalam
bentuk amaliyah.
3.
Metode pengajaran
Perhatian Al-ghazali akan pendidikan
agama dan moral sejalan dengan kecenderungan pendidikannya secara umum, yaitu prinsip-prinsip yang berkaitan secara khusus
dengan sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.tentang
pentingnya keteladanan utama dari seorang guru, jika dikaitkan dengan
pandangannya tentang pekerjaan mengajar.
Menurutnya mengajar adalah pekerjaan yang paling mulia sekaligus yang paling
agung. Pendapatnya ini, ia kuatkan dengan beberapa ayat alqur’an dan hadits
Nabi yang mengatakan status guru sejajar dengan tugas kenabian. Lebih lanjut
Al-ghazali mengatakan bahwa wujud termulia di muka bumi ini adalah manusia, dan
bagian inti manusia yang termulia adalah hatinya. Guru bertugas menyempurnakan,
menghias, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Bahkan
kaum muslimin pada zaman dahulu amat mementingkan menuntut ilmu yang langsung
diterima dari mulut seorang guru. Mereka tidak suka menuntut ilmu dari
buku-buku dan kitab-kitab saja, sebagaian mereka berkata “Diantara malapetaka
yang besar yaitu berguru pada buku, maksudnya belajar dengan membaca buku tanpa
guru”. Dalam sebuah kitab dikatakan barang siapa yang tiada berguru, maka
syetanlah imamnya“.
Dalam masalah
pendidikan, Al-ghazali lebih cenderung berfaham empirisme, oleh karena itu
beliau sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik. Anak adalah
amanat yang dipercayakan kepada orang tuanya, hatinya bersih, murni, laksana
permata yang berharga, sederhana dan bersih dari ukiran apapun. Ia dapat menerima
tiap ukiran yang digoreskan kepadanya dan akan cenderung kearah yang kita
kehendaki. Oleh karena itu, bila ia dibiasakan dengan sifat-sifat yang baik,
maka akan berkembanglah sifat-sifat yang baik pula. Sesuai dengan hadits
Rosululloh Saw: “ Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang
tuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani, dan
Majusi.” (HR.Muslim)
4.
Kriteria Guru
Yang Baik
Menurut
Al-Ghazali, bahwa guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang cerdas dan sempurna akalnya, juga guru
yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat
memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan denganakhlaknya guru
dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya
guru dapat melaksanakan tugasnya mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak
muridnya.
Selain
sifat-sifat umum diatas, seorang guru juga memiliki sifat-sifat khusus sebagai
berikut :
·
Mencintai murid
seperti mencintai anaknya sendiri
·
Jangan
mengharapkan materi sebagai tujuan utama karena mengajar adalah tugas yang
diwariska Rosulluloh Saw.
·
Mengingatkan
murid tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah swt.
·
Harus mendorong
muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat.
·
Memberikan
tauladan yang baik di mata muridnya sehingga murid senang mencontoh tingkah
lakunya.
·
Mengajarkan
pelajaran sesuai tingkat kemampuan akal anak didik.
·
Harus
mengamalkan ilmunya.
·
Mengetahui jiwa
anak didiknya & mendidik keimanan kedalam pribadi anak.
5.
Sifat Murid
yang baik
Sejalan dengan
tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah.maka belajar
termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran tersebut maka seorang murid yang baik memiliki
cirri-ciri sebagai berikut :
·
Memulyakan guru
dan bersikap rendah hati.
·
Saling
menyayangi sesame teman dan tolong menolong.
·
Mempelajari
bermacam-macam ilmu dari tiap-tiap ilmu tersebut.
·
Berjiwa bersih,
harus terhindar dari perbuatan hina dan tercela.
·
Mendahulukan
mempelajari yang wajib & mempelajari ilmu secara bertahap.
·
Mengetahui nilai
setiap ilmu yang dipelajarinya.
6.
Ganjaran dan
Hukuman
Selanjutnya
Al-Ghazali berkata : apabila anak-anak itu berkelakuan baik dan melakukan
pekerjaan yang bagus, hormatilah ia dan hendaknya diberi penghargaan dengan
sesuatu yang menggembirakannya, serta dipuji dihadapan orang banyak. Jika
melakukan kesalahan satu kali, hendaknya pendidik membiarkan dan jangan dibuka
rahasianya. Jika anak itu mengulangi lagi, hendaknya pendidik memarahinya
dengan tersembunyi, bukan dinasehati di depan orang banyak dan janganlah pendidik seringkali memarahi anak itu.karena
hal itu dapat menghilangkan pengaruh pada diri anak, sebab sudah terbiasa
telinganya mendengarkan amarah itu.
Metode
pemberian hadiah dan hukuman untuk tujuan mendidik dipandang senagai metode
yang aman. Terlalu banyak melarang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Demikian pula terlalu banyak memberikan pujian tidak menjadi
penyebab terjadinya perbaikan. Berbagai kesempatan al-ghazali menerangkan bahwa
membesarkan anak dengan kemanjaan, bersenang-senang dan bermalas –malasan serta
meremehkan pergaulan bersama orang lain termasuk perkara yang tidak baik karena
membesarka anak dengan cara ini akan merusak akhlaknya.
D.
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Didalam
tasawufnya, Ai-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-quran
dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al-Sunnah wa al-jamaah.
Tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam . corak tasawufnya adalah
psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral.
Jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan
hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela,
sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat
Allah.ia berpendapat bahwa sosok sufi menempuh jalan kepada Allah, perjalanan hidup
mereka adalah yang terbaik, yang paling benar, dan moral mereka adalah yang
paling bersih. Sebab gerak dan diam mereka baik lahir maupun bathin diambil
dari cahaya kenabian.selain cahaya kenabian di dunia ini tidak ada lagi cahaya
yang lebih mampu member penerangan.
Al-Ghazali
sangat menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu ia menyodorkan paham baru
tentang ma’rifat yakni pendekatan diri kepada Allah( taqarrub ila allah )
tanpa diikuti penyatuan dengannya. Jalan menuju ma’rifat adalah perpaduan ilmu
dan amal, sedangkan buahnya adalah moralitas.
Ma’rifat
menurut Al-Ghazali diawali dalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan
menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan
keadaan (ahwal) oleh karena itu beliau mempunyai jasa besar dalam dunia islam
karena mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan islam yakni tasawuf, fiqih,
dan ilmu kalam.yang sebelumnya banyak menimbulkan terjadinya ketegangan.
Al-Ghazali menjadikan tasawuf sebagi sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa
, hingga sampai pada ma’rifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
a.
Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun nasution,
Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan –peraturan
Tuhan tentang segala yang ada. Alat
untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb, dan roh. Harun Nasution
juga menjelaskan pendapat Al-Ghazali yang dikutip dari Al-Qusyairi bahwa qalb
dapat mengikuti hakikat segala yang ada.
Jika dilimpahi cahaya Tuhan qalb dapat mengetahui rahasia-rahasia
Tuhan dengan sir,qalb dan roh yang telah suci dan kosong, pada saat itulah
ketiganya menerima iluminasi (kasyf)dari Allah dengan menurunkan cahayaNya
kepada sang sufi sehingga yang dilihat sang sufi hanyalah Allah. Disini sampailah ia ke tingkat ma’rifat. Di
dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Al-Ghazali membedakan jalan pengetahuan untuk
sampai kepada Tuhan bagi orang awam, ulama’, dan orang arif (sufi).
Ma’rifatyang dicapai oleh para khawas auliya’ tanpa melalui perantara atau
langsung dari Allah sebagaimana ilmu kenabian yang diperoleh langsung dari
Tuhan walaupun dari segi perolehan ilmu ini, berbeda antara nabi dan wali. Nabi
mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat. Sedangkan Wali mendapat ilmu melalui Ilham.
Namun kedua-duanya sama-sama memperoleh ilmu dari Allah.
b.
Pandangan
Al-Ghazali As-Sa’adah
Menurut
Al-Ghazali kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah melihat Allah
(ru’yatullah). As-sa’adah (kebahagiaan) itu sesuai dengan watak (tabiat).
Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaannya.nikmatnya mata terletak
ketika melihat gambar yang bagus dan inda, nikmatnya telinga terletak ketika
mendengar suara yang merdu. Demikian juga seluruh anggota tubuh mempunyai
kenikmatan tersendiri.
Kelezatan dan
kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati.
Sedangkan Kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan bergantung pada qalb dan tidak
akan hilang walaupun sudah mati. Hal ini karena qalb tidak ikut mati, malah
kenikmatannya bertambah karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya
terang.
Adapun
karya-karya Al-Ghazali yaitu antara lain :
1.
Di Bidang
Filsafat
* Maqasid
al-Falasifah
* Tafahut
al-Falasifah
* Al-Ma’rif
al-‘aqliyah
2. Dibidang Agama
*
Ihya’ Ulumuddin
* Al-munqiz minal dhalal
* minhaj Al-abidin
3.
Dibidang Akhlak Tasawuf
*
Mizan Al-amal
*
kitab Al-Arbain
*
Mishkatul Anwar
*
Al-Adab fi Dien
*
Ar-rislah al-laduniyah
4.
Dibidang Kenegaraan
* Mustaz hiri
* Sirr Al-amin
*
Nasihat AlMuluk
* Suluk Al-suthanah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Nama lengkapnya
adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-ghozali Secara singkat dipanggil
Al-ghazali atau Abu Hamid Al-ghazali. Beliau dilahirkan di Ghazlah, suatu kota
di khurasan, Iran.pada tahun 450 H/1058 M.tiga tahun setelah kaum saljuk
mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah Al-ghazali adalah seorang pemintal
kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama’ dan aktif menghadiri majlis-majlis
pengajian.
2.
Untuk
mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali, dapat diketahui dengan cara memahami
pemikirannya yang berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pendidikan, yaitu : Tujuan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika
murid.
3.
Didalam
tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-quran
dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al-Sunnah wa al-jamaah.
Tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak islam . corak tasawufnya adalah
psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral.
Jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan
hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela,
sehingga kalbu lepas dari segala sesuatu selain Allah dan selalu mengingat
Allah.
Menurut Al-Ghazali, sebagaimana
dijelaskan oleh Harun nasution, Ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan
mengetahui peraturan –peraturan Tuhan tentang segala yang ada. kebahagiaan yang
paling tinggi adalah melihat Allah (ru’yatullah). As-sa’adah (kebahagiaan) itu
sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan
ciptaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar