Rabu, 15 Maret 2017

Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam dan Tokoh-tokohya

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam dan Tokoh-tokohya

A.    Periode Awal Perkembangan Islam
Seperti diketahui dari latar belakang sejarah, bahwa Islam bukan diturunkan diwilayah terasing, melainkan diwilayah yang terletak pada lalu-lintas dagang yang pelabuhan transito (penghubung) antara dua kekuatan adikuasa yang dominan ketika itu, yakni Persia di Timur dan Romawi di Barat. Namun demikian, kondisi masyarakat Arab yang memiliki mobilitas yang tinggi itu secara sosial politik masih tergolong sebagai masyarakat yang relatif primitif. Latar belakang kehidupan masyarakat nomaden masih merupakan ciri umum kehidupan masyarakat Arab sekitar kota Mekah dan Madinah. Dengan demikian kedatangan Islam membawa suatu revolusi besar dalam mengubah tatanan sosial politik dan sosial budaya. Masyarakat nomaden yang hidup berpuak-puak berubah menjadi masyarakat berpemerintahan, dan dari masyarakat penyembah berhala menjadi suatu ummah yang diikat suatu akidah yang sama. Masyarakat Arab dan latar belakang kehidupannya, setelah kedatangan Islam ternyata mampu menjadi masyarakat yang berperadaban.
Padahal sebelum kedatangan Islam masyarakat Arab adalah terdiri atas masyarakat pribumi yang buta aksara, meskipun kemampuan hafalan mereka rata-rata mengagumkan. Waktu kedatangan Islam, menurut Ibn Khaldun baru ada 17 orang Quraisy yang pandai tulis baca, ditambah empat orang wanita. Ubaidah Ibn Jarrah, Thalhah Ibn Zubair, Yazid Ibn Abi Sufyan, Abu Huzaifah Ibn ‘Utbah, Khatib Ibn Amr, Abu Samah Ibn Abd al-Asad al-Mahzumi, Aban Ibn Sa’id Ibn Ash dan saudaranya Khalid, Khawaitib Ibn Abd al-‘Azy al-‘Amiry, Abu Sufyan Ibn Harb, Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan, Juhaimah Ibn al-Shalah dan al-‘Alla’Ibn al-Hadhramy. Adapun yang perempuan adalah Hafsah Bint ‘Umar, ‘Aisyah hanya bisa baca tapi tak bisa menulis, demikian pula Ummu Salamah.
Pemikiran mengenai falsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan perwujudan dari kandungan ayat-ayat al-Quran dan hadits, yang keseluruhannya membentuk kerangka umum ideologi Islam. Dengan kata lain, kata Hasan Langgulung, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi al-Quran dan hadits, tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya dengan masyarakat seperti tang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh Islam. Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan yang kita lihat dalam al-Quran dan hadits mendapatkan nilai ilmiahnya
B.     Periode Klasik
Periode klasik mencakup rentang masa pasca pemerintahan khulafa al-Rasyidin hingga awal masa imperialis barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani Ummayah zaman keemasan Islam dan kemunduran kekuasaan Islam secara politis hingga ke awal abad XIX.  Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pembagian.
Faktor pertama, sistem pemerintahan. Seperti diketahui, sistem pemerintahan periode Rasul dan para Khalifah yang empat berbeda dengan sistem pemerintahan di periode-periode sesudahnya. Yang jelas, memasuki era kekuasaan Bani Umayyah, sistem pemerintahan Islam lebih bersifat monarki absolut (kerajaan). Pengangkatan Khalifah sudah tidak didasarkan pada prinsip pemilihan dan petunjukkan atas dasar baiat, melainkan didasarkan keturunan. Sistem khalifah berganti menjadi sistem kerajaan. Adanya perubahan sistem dalam pemerintahan ini mempengaruhi pula berbagai perubahan yang menyangkut kepentingan kepemerintahan seperti kelembagaan, peristilahan dan lainnya. Untuk itu diperlukan perangkat khusus yang diperkirakan dapat menunjang penyaelengaraan sistem tersebut.
Faktor kedua, yaitu luas wilayah. Sejak periode pemerintahan Umar Ibn Khattab (634-644 M), wilayah kekuasaan Islam sudah meluas ke luar jazirah Arab hingga ke Mesir dan Irak. Tapi baru di zaman kekuasaan Bani Umayyah Timur (660-749 M.), pusat pemerintahan dipindahkan ke Damaskus. Dan dalam kelanjutan dinasti ini, kemudian ketika menguasai Andalusia (755-1031 M.) pusat pemerintahan berada di Granada. Selanjutnya, di Timur kekuasaan Bani Umayyah diambil alih oleh Bani Abbas (749-1258 M.) dengan ibukotanya Baghdad.
Adapun faktor ketiga, yaitu kemajuan yang dicapai dalam berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, ilmu pengetahuan, sastra, arsitektur dan ekonomi memungkinkan negera-negera Islam untuk mengembangkan diri. Berbagai kelembagaan didirikan sejarah dengan kebutuhan dan tuntutan kemajuan yang dicapai. Dan kelembagaan itu sendiri pada dasarnya lahir dari hasil pemikiran para ahli bidangnya, terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
Kemudian faktor keempat, yaitu hubungan antar bangsa. Di zaman klasik ini, terutama melalui kekuasaan Bani Abbas di Baghdad, kerajaan Islam sudah menjadi negara adikuasai. Secara politis memang kerajaan-kerajaan Islam merupakan kerajaan besar. Selain itu wilayah kerajaan ini menjadi pusat peradaban dunia ketika itu. Di wilayah Timur Baghdad dikenal sebagai kota Metropolitan, pusat peradaban dunia di Timur. Dan status yang sama, untuk wilayah Barat (Eropa) diwakili oleh Granada di Andalusia.
Dari dasar pertimbangan tersebut, maka diketahui bahwa di awal periode klasik terlihat munculnya sejumlah pemikiran mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai pendidikan tersebut tampak disesuaikan dengan kepentingan dan tempat serta waktu. Beberapa karya ilmuan Muslim pada periode klasik yang karya-karyanya secara langsung memuat pembahasan mengenai pendidikan yaitu:
1.      Ibn Qutaibah (213-276 H.)
Nama lengkap Ibn Qutaibah adalah Abu Muhammad Abdullah Ibn Muslim Qutaibah al-Dainuri. Ia dilahirkan di Kufah tahun 213 H. Dan meninggal dalam usia 63 tahun (276 H.). Walaupun sebagai seorang keturunan Parsi, sebagian besar usianya dihabiskan di Baghdad. Di kota ini ia belajar berbagai disiplin ilmu dari sejumlah ulama terkemuka di zamannya seperti Abu al-Fadl al-Rayyani, Ishaq Ibn Rahawiyah al-Mahruzi al-Nasaiburi dan Abu Hatim. Menurut Imam Sayuti, Ibn Qutaibah dikenal sebagai seorang ilmuan dalam bahasa Arab dan sejarah. Selain itu ia dikenal sebagai ilmuwan yang produktif. karya yang terkenal : al-Ma’ani al-Kabirah, syakl al-Qur’an, Gharib al-Qur’an, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, Fadhl al-Arab, al-Syi’r wa al-Syu’ara; al-Ma’arif, al-Radd ‘ala al Jahimmiyah wa al-Musyibbihah, Imamah wa al-Siyasah, dan ‘Uyun al-Akhbar. Pemikirannya menyangkut tentang masalah pendidikan bagi kaum wanita, ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang mengembangkannya
Abu Sa’id Sahnun dan Muhammad Ibn Sahnun
Abu Sa’id Sahnun Ibn Habib al-Tanubi lahir di kairawan sekitar tahun 160 H. Kemudian menuntut ilmu di Mesir, Hijaz dan Syam. Karya ilmuwan ini dibidang pendidikan kurang dikenal. Tetapi ilmuwan yang kemudian lebih dikenal adalah Muhammad Ibn Sahnun al- Tanubi yang juga berasal dari Kairawan. Muhammad Ibn Sahnun lahir tahun 202 H. Ia merupakan pemikir yang mempelopori pembaharuan pendidikan di zaman keemasan Islam.
Muhammad Ibn Sahnun adalah pencetus pemikiran pendidikan yang lepas dari keterkaitannya dengan sastra dan mashab-mashab pemikiran falsafat. Disini terlihat Ibn Sahnun mulai menampak kepemikiran pendidikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mandiri. Buku karanganya mengenai pendidikan berjudul Adab al-Mu’allimin merupakan pembahasan tentang pendidikan pertama kali yang dipisah dari hubungan integralnya dengan ilmu-ilmu keislaman, seperti halnya hasil karya ilmuwan muslim pendahulunya. Dengan demikian muhammad Ibn Sahnun dapat digolongkan menjadi pencetus pemikiran kependidikan islam di zaman klasik.
3.      Ibn Masarrah (269-319)
            Muhammad Ibn Abdillah Ibn Masarrah al-Jabali adalah seorang Muslim Andalusia (spanyol). Ia dilahirkan di Cordova pada tahun 269 H. (883 M), dan meninggal ditempat perkampungan (komunitas Sufi atau Zawiyah) dekat Cordova tahun 319/931 M. Ibn Masarrah dingenal sebagai seorang sufi dan filosof Muslim pertama dibelahan wilayah Islam barat. Namun demikian Ibn masarrah juga menulis pemikirannya mengenai pendidikan dalam bukunya berjudul kitab al-Tabsirat (Buku pengajaran), dan kitab al-Huruf (Lambang-lambang huruf).
            Dalam pemikiran falsafatnya, Ibn masarrah juga menguraikan tentang sifat-sifat  jiwa manusia. Ia berpendapat bahwa secara individual, jiwa manusia merupakan pancaran dari jiwa universal (al-Nafs). Keberadaan jiwa dalam tubuh manusia dikiaskannya sebagai terkungkung  itu, manusia harus membersihkan dirinya secara sepiritual, denga cara mendekatkan diri kepada Tuhan.
4.      Ibn Maskawaih (330-421 H.)
            Abu ali Ibn maskawaih dilahirkan di Ray tahun 330 H/940 M. Karya tulis Ibn maskawaih seluruhnya berjumlah 18 judul, dan kebanyakan berhubungan dengan masak kejiwaan dan akhlak. Slah satu dari karya Ibn Maskawaih yang memuat pemikiran pendidikannya adalah termuat dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq (pendidikan Akhlak). Ia juga berpendapat bahwa penulisan sejarah harus didasarkan atas kajian yang bersifat ilmiah dan filosofis.
            Menurut pandanganya, manusia adalah makhluk yang memiliki keistemewaan dari kenyataannya manusia memiliki daya pikir. Berdasarkan daya pikir itu pula manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang baik dan yang buruk. Dan manusia yang paling sempurna kemanusiannya adalah mereka yang paling benar berfikirnya serta yang paling mulia usaha dan perbuatannya. Selain itu ia berpendapat bahwa untuk menunjukkan kebaikan manusia harus membina kerjasama. Usaha untuk melakukan kebaikan merupakan indikator dari tingkat kesempurnaan dan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri.
5.      Ibn Sina (370-428 H.)
            Abu Ali al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di Bukhara tahun 370 H/980 M). Ia dianggap sebagai orang yang cerdas, karen adiusia yang sangat muda (17 tahun) Ibn Sina telah dikenal sebagao filosof dan dokter termuka di Bukhara, selain itu Ibn Sina juga dikenal sebagai tokoh yang luar biasa. Kecuali sebagai seorang ilmuwan ia juga dapat melakukan berbagai pekerjaan dengan baik seperti dalam bidang kedokteran, pendidikan, penasehat politik, pengarang dan bahkan menjadi waris ( menteri)
            Sebagi ilmuwan Ibn sina telah berhasil mennyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah al-Syifa’ berupa ensiklopodi tentang fisika, matematika, logika dan matematika. Kemudian al-Qanun al-Tibb adalah sebuah ensiklopodi kedokteran.
6.      Al-Ghazali (450/1058-505/1111 M.)
            Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali dilahirkan di Thusia di daerah Khurasan (persia), tahun 450H/1058 M. Sejak kecil, al-Gazali dikenal sebagai anak yang sngat senang dengan ilmu pengatahua. Jadi tak mengherankan sejak masa kanak-kanak ia telah belajar kepada sejumlah guru di kota kelahiranya, antara lain Ahmad Ibn muhammad al-Radzikani. Selain itu juga tak segan-segan ia belajar kepada guru yang jauh dari kota kelahirannya. Diantara guru yang terkenal yang pernah jadi gurunya ialah Imam al Juwaini (Imam al-Haramain), sewaktu al_Gazali menuntut ilmu di Nausabur.
            Melihat kemampuan dan kecerdasan al-Gazali, al-Juwaini memberinya gelar “bahrun mughriq” (laut yang menenggelamkan).Al-Gazali baru meninggalkan Naisabur setelah Imam al-Juwaini meninggal dunia tahun 1085 M.(478 H.) Dari Naisabur al-Ghazali menuju baghdad dan menjadi guru besar di universitas yang didirikan Nidham al-Mulk seorang Perdana Menteri Sultan Bani Saljuk. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai guru besar, ternyata al-Gazali yang kreatif ini sempat mengarang sejumlah buku ilmu pengetahuan, antara lain Al-Basith,Al-Wajiz.Khulashah Ilmi Fiqh, Al-Munqil fi Ilm Al-Jadal, Ma’khaz Al-Kalaf, Lubab Al-Nadzar, Tahsin Al-Ma’akhidz dan Mamadi’ wa Al-Ghayat fi Fan Al-Khalaf.
            Menurut pandangan al-Ghazali, ilmu dapat dilihat dari kedua segi, yaitu ilmu sebagai proses dan ilmu sebagai obyek. Dari segi pertama, al-Ghazali membagi ilmu menjadi ilmu hissiyah, ilmu aqliyah dan ilmu ladunni. Ilmu hissiyah diperoleh manusia melalui penginderaan (alat dria),sedangkan ilmu aqliyah diperoleh melalui kegiatan berpikir (akal). Sedangkan ilmu ladunni diperoleh langsung dari Allah, tanpa melalui proses penginderaan atau pemikiran (nalar), melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.

C.    Periode Modern
            Merujuk kepada pembagian priodisasi sejarah Islam yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Harun Nasution, bahwa periode modern dimulai sejak tahun 1800 M. Menjelang periode modern ini, setelah Bani Abbas dan Bani Ummayah secara politik dapat dilumpuhkan, kekuasaan islam masih dapat dipertahankan. Tiga kerajaan besar yaitu Kerajaan Turki Utsmani (Eropa Timur dan Asia-Afrika), Kerajaan Safawi (Persia) dan kerajaan Mughol (India) masih memegang hegemoni kekuasaan Islam. Namun menjelang abad ke-17 dan awal abad ke-18 kerajaan-kerajaan Islam tersebut, satu persatu dapat dikuasai bangsa-bangsa Eropa (Barat).[1][2]
            Beberapa pemikir pendidikan yang tersebar di sejumlah kekuasaan Islam tersebut sebagai tokoh yang ada kaitannya dengan perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode modern, seperti:
1.      Rifa’at Badawi Rafi’ al-Thahthawi (1801-1873)
            Al-Thahthawi seorang pemikir pendidikan Mesir, yang dilahirkan dikota Thahtha (Mesir bagian selatan) tahun 1801. Ayahnya masih mempunyai hubungungan keturunan Husein cucu Muhammad SAW. Sebagai anak yang cemerlang, al-Thahthawi kemudian berhasil menamatkan pelajarannya di al-Azhar. Dan setelah tamat berturut-turut iamengembangkan karir kependidikannya sebagai tenaga pengajar di al-Azhar, dan tahun 1824 menjadi iman tentara. Kedudukannya sebagai iman tentara ini pula kemudian yang membawa ia untuk belajar diperancis atas biaya Muhammad Ali[2][3].
            Selama belajar di perancis al-Thahthawi berusaha melengkapi wawasan ilmiahnya dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan seoerti sejarah, teknik, ilmu bumi, politik dan lain-lain. Selain itu ia juga sempat menerjemahkan sebanyak 12 buku dan risalah, antara lain risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, mengenai akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, mengenai ilmu bumi, risalah mengenai teknik, mengenai hak-hak manusia, tentang kesehatan dan sebagainya.
            Adapun ide-ide dan pemikiran kependidikannya ia tulis dalam buku al-Mursyid al-Amin Lil Banati wa al-Banin (pedoman bagi pendidikan putra dan putri). Di dalam buku ini dapat dilihat tentang pemikiran Thahthawi. Ia menulis ide-idenya mengenai pendidikan meliputi:
Pertama, pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengan dan pendidikan tinggi sebagai pendidikan akhir. Kedua, pendidikan diperlukan, karena pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan. Ketiga, pendidikan mesti dalaksanakan dan diperuntukkan bagi segala golongan. Makanya tidak ada perbedaan antara pendidikan untuk  anak laki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan pendidikan anak perempuan ini dinilai sebagai mencontoh ide pemikiran Yunani.[3][4]
  1. Muhammad Abduh (1849-1905)
            Muhammad Abduh dilahirkan tahun 1849 (1266 H.) di salah satu desa di Delta Mesir bagian hilir. Ayahnya adalah seorang petani keturunan Turki yang telah lama menetap di Mesir, dan ibunya keturunan Arab yang memiliki hubungan darah dengan suku Arab asal keturunan khalifah Umar Ibn Khattab. tokoh ini yang memulai membongkar kejumudan umat Islam dengan konsep rasionalitasnya, pemikirannya tentang pendidikan yang disebarkan melalui majalah al-Manar dan al-‘Urwat al-Wusqa menjadi rujukan bagi tokoh pembaharu di dunia Islam. Muhammad Rasyid Ridha meneruskan gagasannya melalui majalah al-Manar dan Tafsir al-Manar, Kasim Amin dengan bukunya Tahrir al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan bukunya Dairat al-Ma’arif, Syeikh Thanthawi Jauhari melalui karangannya al-Taj al-Marshuh bi al-Jawahir al-Qur’an wa al-Ulum. Dan masih banyak lagi tokoh pembaharuan dalam Islam yang mendasarkan pola pikirnya merujuk konsep pemikiran Muhammad Abduh.[4][5]

3.      Isma’il Raj’i al-Faruqi (1921-1986)
            Al-Faruqi dilahirkan di Yaifa (Palestina) pada 1 Januari 1921. Latar belakang pendidikan al-Faruqi adalah pendidikan Barat. Pendidikan awalnya di College des Feres yang ia selesaikan tahun 1936. Kemudian sarjana mudanya di Amerika University ditamatkannya tahun 1941. Adapun gelar Masterbya dari Indiana University serta Harvard University dalam bidang filsafat. Kemudian gelar dokter diperolehnya dari Indiana University. Selanjutnya selama empat tahun ia menekuni studi keislaman di Univesitas al_Azhar (kairo).
Karir kepegawaian al-Faruqi diawali dari pegawai pemerintah Palestina di bawah mandat Inggris. Kemudian menjadi Gubernur terakhir Propinsi Galilee (yang tahun 1947 direbut Israel). Hal ini pula yang kemudian mendorong  al-Faruqi hijrah ke Amerika untuk melanjutkan studinya.
Adapun karir akademik al-Faruqi diawali sebagai dosen di McGill University (Kanada) tahun 1959. Selama menjadi dosen, ia menyempatkan diri untuk mendalami Judaisme dan Kristen.Tahun 1961, ia pindah ke Karachi, bergabung dengan Central Institute for Islamic Research, dan tahun 1963 ia kembali ke Amerika mengajar di Fakultas Agama pada University of Chicago.
Setelah mendirikan program pengkajian Islam di University Syracuse(New York) dan pindah ke Temple University(Philadelphia) ia tetap  memantapkan karirnya sebagai tenaga ahli dalam pengkajian islam. Di Syracuse Univeysity  tempat ia menekuni Pusat Kajian Islam yang ia dirikan ini pula Isma’il Raj’i al-Faruqi mengakhiri karirnya. Tahun 1986 ia meninggal dunia sebagai korban pembunuhan.[5][6]
Sebagai ilmuwan, al-Faruqi dikenal cukup produktif . Ia telah menulis sekitar 20 buku dan 100 artikel. Melalui tulisan itu pula pemikiran al-Faruqi tersebar luas ke negara-nagara Islam di seluruh dunia. Di antara buku-bukunya yang pentimg adalah Christian Ethics, An Historical Atlas of  Religions of  The World, Trialogue of Abrahamic Faith, dan The Cultural Atlas of  Islam. pandangannya bahwa umat Islam sekarang berada dalam keadaan yang lemah, dan dualisme sistem pendidikan yang melahirkan kejumudan dan taqlid buta. Oleh sebab itu pendidikan harus dikembangkan ke arah yang lebih modern dan berorientasi ketauhidan.[6]

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Filsafat berusaha untuk memahami realitas secara menyeluruh, dengan menjelaskannya secara umum dan sistematis. Begitu pula dengan filsafat pendidikan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam memilih tujuan dan kebijakan pendidikan. Dengan cara yang sama filsafat mengkoordinasi hasil-hasil penemuan sains yang berlainan dan berbeda-beda, maka filsafat pendidikan menafsirkan penemuan-penemuan tersebut berkaitan dengan pendidikan..
Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab, aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lainnya. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran dalam filsafat itu sendiri.
Suatu aktifitas dapat disebut pendidikan apabila didalamnya terdapat tiga unsur yaitu  dasar pendidikan, komponen pokok pendidikan, dan makna pendidikan. Demikian pentingnya komponen pendidikan sehingga pendidikan tidak dapat dikatakan pendidikan apabila tidak memiliki komponen pendidikan.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Apa pengertian dari komponen pendidikan Islam?
2.    Apa saja komponen pendidikan Islam?
3.    Bagaimana peran komponen pendidikan Islam?

C.  TUJUANPEMBAHASAN
1.    Untuk mengetahui pengertian dari komponen pendidikan Islam.
2.    Untuk mengetahui komponen pendidikan Islam.
3.    Untuk mengetahui peran komponen pendidikan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi filsafat
1.      Definisi filsafat secara etimologis
Secara etimologis, kata filsafat memiliki arti yang sepadan dengan kata “falsafah” dalam bahasa Arab atau kata “philosophy” dalam bahasa Inggris, atau kata “philosophie” dalam bahasa Perancis dan Belanda, atau “philosophier” dalam bahasa Jerman. Semua kata itu berasal dari kata Latin “philosophia” sebuah kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan “philosophien” sebagai kata kerjanya. Kata “philosophia” berasal dari bahasa Yunani, yakni ”philein” (mencintai) atau “philia” (persahabatan, atau tertarik kepada…) dan “Sophos”  (kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Kata yang hampir sama dengan “philien” atau “philia” dan “Sophos” tersebut juga dijumpai dalam bahasa Latin, yaitu: “philos” (teman atau sahabat) dan “Sophia” (kebijaksanaan)
Dengan demikian, secara etimologis kata filsafat dapat diartikan sebagai cinta atau kecenderungan akan kebijaksanaan, atau cinta secara mendalam akan kebijaksanaan atau cinta sedalam-dalamnya akan kearifan atau cinta secara sungguh-sungguh terhadap pandangan, kebenaran (love of wisdom or love of the vision or truth).

2.      Definisi filsafat secara terminologis
Sementara itu, secara terminologis filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat dapat pula dimengerti sebagai proses reflektif dari budi manusia yang mengarah pada kejelasan (clarification), kecerahan (enlightenmen), keterangan (explanation), pembenaran (justification), pengertian sejati (insight), dan penyatupaduan (integration). Filsafat dalam arti formal biasa dipahami sebagai proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah hasil akal manusia untuk mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
B.  Definisi filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany (dalam uyoh, 2011:71) adalah:
“Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum.Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat[7]. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a)      Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
b)      Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
c)      Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses social
d)     Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.

Selanjutnya Al-Syaibany (dalam uyoh, 2011:72) berpandangan bahwa filsafat pendidikan, seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga membahas tentang segala yang mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Kneller (dalam uyoh, 2011:72), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan.Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskiptif, dan analitik.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah terapan dari filsafat umum yang dilaksanakan dalam pandangan dan kaidah bidang pendidikan yang berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, masyarakat, dan dunia, menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam lapangan pendidikan.
C.     Aliran-aliran filsafat pendidikan
1.      Filsafat pendidikan Idealisme
a.    Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik.Parmenides, filosof dari Elea (Yunani Purba) berkata, “Apa yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak nyata”. Plato, seorang filosof idealisme klasik (Yunani Purba) menyatakan bahwa realitas terakhir adalah dunia cita. Dunia cita merupakan dunia mutlak, tidak berubah, dan asli serta abadi. Realitas akhir tersebut sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia.
Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan atau jasmani tanpa jiwa tidak memiliki apa-apa.
Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai roh yang berasal dari ideeksternal dan sempurna. Bagi Immanuel Kant, manusia adalah bebas dan ditentukan. Manusia bebas, sepanjang ia sebagai spirit (jiwa), sedangkan ia terikat berarti manusia juga merupakan makjluk fisik yang tunduk terhadap hukum alam.
Pandangan tentang anak, kaum idealis yakin bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensinya. Apabila anak mempelajari dunia alamiah, maka ia akan melibatkan atau menganggapnya sebagai mesin yang hebat dan besar, yang berfungsi tanpa isi dan tujuan.
b.   Pengetahuan
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya, yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya.Pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material.

c.    Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut.Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada haikatnya nilai itu tetap.Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
d.   Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan teori pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Tokoh idealisme merupakan orang-orang yang memiliki nama besar. Sampai sekarang orang akan mengakui kebesaran hasi pemikirannya, baik memberikan perstujuan maupun memberikan kritik bahkan pemikiran.
2.      Filsafat pendidikan Realisme
Pada dasarnya realism merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak, dan dipihak lainnya adlah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
Power (dalam uyoh,2011:112) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Realisme sebagai berikut:
1)      Tujuan pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial
2)      Kedudukan siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya.Dalam hal disiplin, peraturan yang baik dalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik
3)      Peranan guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa.
4)       Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.Berisikan pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
5)      Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.

3.      Filsafat pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realism adalah bukan materi, bukanrohani, bukan spiritual, atau supernatural.
Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monistis. realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak, dan dipihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
Power (dalam uyoh,2011:117) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Materialisme sebagai berikut:
1.      Tema
Manusia yang baik dan efisien dihasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan saksama.
2.      Tujuan pendidikan
Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks.
3.      Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
4.      Metode
Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berpogram dan kompetensi.
5.       Kedudukan siswa
Tidak ada kebebasan.Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar.Pelajarn sudah dirancang.Siswa dipersiapkan untuk hidup.Mereka dituntuk untuk belajar.
6.      Peranan guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa.
4.      Filsafat pendidikan Pragmatisme
Istilah pragmatism berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksudnya bahwa makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dilakukan.
Power (dalam uyoh,2011:133) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Pragmatisme sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan
Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosila dan pribadi.
2.      Kedudukan siswa
Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh
3.      Peranan guru
Mengawasidan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.
4.      Kurikulum
Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah.Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa kesekolah dapat menentukan kurikulum.Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan.
5.      Metode
Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja)
5.      Filsafat pendidikan Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu.Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subyektivitas pengalaman manusia, dan tindakan kongkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas.
power (dalam uyoh,2011:140) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Eksistensialisme sebagai berikut:
1.      Tujuan pendidikan            
Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
2.      Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya.Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi.
3.      Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid.
4.      Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal.Kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia.Kebebasan memiliki aturan-aturan.Oleh karena itu, di sekolah diajarkan pendidika sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik.
5.      Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung.Metode penyampaian harus logis dan psikologis.Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
6.      Filsafat pendidikan Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau lairan filsafat yang berdiri sendiri, melainkanmerupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918.
Gerakan progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalism dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena dengan himbauannya kepada guru-guru: “ kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme merupakan semacam kendaraan mutakhir untuk digelarkan.
Kritik terhadap Progresivisme:
1.      Siswa tidak mempelajari warisan sosial, mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik.
2.      Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah
3.       Mengurangi bimbingan dan pebgaruh guru. Siswa memilih aktivitas sendiri
4.       Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.
7.      Filsafat pendidikan Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakaturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural.Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan itu.
Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu:
1.              Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia di mana pun dan kapan pun ia berada adalah sama. Tujuan pendidikan adalah sama dentujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi semua orang, di mana pun dan kapan pun ia berada, begitu pula tujuan pendidikan harus sama, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia.
2.              Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusi harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka harus belajar untuk memperluas pikiran dan mengontrol seleranya.
3.              Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti dan abadi. Kurikulum diorganusasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal.
4.              Pendidikan bukan merupakan peniruan dari hidup. Melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup.
5.              Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga dalam literatur yang berhubungan dengan kehidupan social, terutama politik dan ekonomi.

8.        Filsafat pendidikan Esensialisme
Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah.
Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin.
Power (dalam uyoh,2011:165) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Esensialisme sebagai berikut:
1)       Tujuan pendidikan
Transmisi kebudayaan untuk menentukan solidaritas social dan kesejahteraan umum
2)       Kedudukan siswa
Sekolah bertanggung jawab atas pemberian pengajaran yang logis atau dapat
dipercaya.Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.Siswa belajar ke sekolah untuk belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.
3)      Peranan guru
Guru harus terdidik. Secara moral ia merupakan orang yang dapat dipercaya dan secara teknis harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan proses belajar.
4)       Kurikulum
Di pendidikan dasar berupa membaca, menulis, berhitung.Keterampilan berkomunikasi adalah esensial untuk mencapai prestasi skolastik dan hidup sosial yang layak. Kurikulum sekolah berisikan apa yang harus diajarkan.
5)       Metode
Metode tradisional, menekankan pada inisiatif guru.
9.      Filsafat pendidikan Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme.Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Power (dalam uyoh,2011:171) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan Rekonstruksionalisme sebagai berikut:
1)       Tema
Pendidikan merupakan usaha sosial.Misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial.
2)       Tujuan pendidikan
Pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal.Transmisi budaya adalah budaya esensial dalam masyarakat yang majemuk. Transmisi budaya harus mengenal fakta budaya yang majemuk tersebut
3)       Kedudukan siswa
Nilai-nilai budaya siswa yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang berharga. Keluhuran pribadi dan tanggung jawab sosial ditingkatkan, manakala rasa hormat diterima semua latar belakang budaya
4)       Peranan guru
Guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati (ikhlas) terhadap semua budaya, baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya. Pelajaran sekolah harus mewakili budaya masyarakat.
5)       Kurikulum
Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai.Semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum.
6)       Metode
Sebagai kelanjutan dari pendidikan progresif, metode aktivitas dibenarkan (learning by doing).


PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat pendidikan adalah terapan dari filsafat umum yang dilaksanakan dalam pandangan dan kaidah bidang pendidikan yang berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, masyarakat, dan dunia, menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam lapangan pendidikan.
Aliran-aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan pendidikan antara lain Idealisme, Realisme, Materialisme, Pragmatisme, Eksistensialisme, Progresivisme, Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme.

B.     Saran
“Al insanu Mahallul khoto’ wan nisyan” ( manusia itu tempatnya salah dan lupa. Tak dapat dipungkiri makalah ini masih belum dikatakan sempurna, masih banyak kesalahan ataupun kekhilafan disana-sini, saya berharap kritik dan saran konstruktif dari pembaca.














DAFTAR  PUSTAKA

Achmadi, asmoro. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bernadien, win usuluddin. 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Ihsan, fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta
Sadulloh, uyoh. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Solihin.2007. Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern.Bandung : Pustaka Seti













[7] Achmadi, asmoro. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada